Ranperda Negeri Adat Dikritisi, Bupati Malteng Perintahkan Penarikan dari DPRD

DAERAH

Redaksi Manuselanews.com

5/14/20252 min baca

MASOHI, MANUSELANEWS.COM. – Rencana penetapan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Negeri Adat yang diusulkan Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah (Pemkab Malteng) ke DPRD menuai sorotan tajam dari publik. Menyikapi gelombang kritik tersebut, Bupati Maluku Tengah, Zulkarnain Awat Amir, mengambil langkah tegas dengan memerintahkan penarikan Ranperda tersebut untuk ditinjau ulang.

Perintah itu disampaikan langsung kepada Bagian Hukum dan Bagian Pemerintahan Setda Malteng sebagai bentuk respons atas berbagai aspirasi masyarakat, termasuk penolakan dari Pemerintah Negeri Sepa dan tokoh masyarakat adat.

“Pak Bupati sudah perintahkan agar Ranperda itu ditarik dari DPRD. Hari ini kami langsung tindaklanjuti perintah tersebut,” ujar Kepala Bagian Hukum Setda Malteng, Endicho Tanate, di Masohi, Rabu (14/5/2025).

Menurut Endicho, penarikan ini merupakan bentuk komitmen Bupati untuk mendengar suara rakyat dan melakukan revisi terhadap poin-poin substansial yang dinilai belum mencerminkan kehendak masyarakat adat secara menyeluruh.

Salah satu isu krusial yang mengemuka adalah terkait wacana pengalihan status Negeri Administratif Nuanea, Kecamatan Amahai, menjadi Negeri Adat melalui Ranperda. Negeri ini diketahui merupakan hasil pemekaran dari Negeri Sepa.

Tokoh perempuan Negeri Sepa, Siti Aminah Amahoru, secara terbuka memprotes langkah Pemda dan DPRD yang dinilai tergesa-gesa tanpa melibatkan negeri induk dan para tokoh adat.

“Keputusan untuk menjadikan Nuanea sebagai Negeri Adat adalah langkah keliru dan manipulatif. Prosesnya tertutup dan tidak mengindahkan nilai-nilai adat yang kami pegang teguh,” tegasnya.

Amahoru juga mengingatkan pentingnya mempertimbangkan aspek historis, sosial, dan budaya dalam menetapkan suatu negeri sebagai wilayah adat, bukan hanya berdasarkan kepentingan politik atau kelompok tertentu.

Menanggapi polemik tersebut, Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Maluku Tengah, Abdul Gani Lestaluhu, mengonfirmasi bahwa Nuanea memang sempat masuk dalam draf awal usulan Pemda. Namun, setelah dilakukan seleksi dan revisi, Negeri Nuanea tidak lagi tercantum dalam draf final yang terdiri dari 126 Negeri Adat.

“Nuanea memang ada di draf awal, tapi setelah diverifikasi, tidak memenuhi kriteria. Jadi di angka akhir yang kami setujui, Nuanea tidak masuk,” jelas Abdul Gani.

Ia juga menegaskan bahwa penetapan Negeri Adat harus berdasarkan identifikasi yang jelas terhadap eksistensi masyarakat hukum adat, keberadaan hak ulayat, serta sistem hukum adat yang berlaku di negeri tersebut.

“Kalau negeri tidak punya struktur hukum adat dan hak ulayat, maka tidak bisa ditetapkan sebagai Negeri Adat,” tambahnya.

Bapemperda DPRD mengakui bahwa Ranperda Negeri Adat adalah usulan dari Pemerintah Daerah melalui program legislasi daerah (Propemperda), namun tanggung jawab pengesahannya merupakan kerja kolektif antara legislatif dan eksekutif.

“Kita tidak bisa hanya menyalahkan satu pihak. Tapi ke depan, kami akan perkuat komunikasi dan memastikan semua proses berjalan transparan dan sesuai aturan,” tutup Lestaluhu.

Penarikan Ranperda ini diharapkan menjadi momentum refleksi bagi pemerintah dan DPRD untuk lebih mendengar suara rakyat dan mengedepankan pendekatan partisipatif dalam perumusan kebijakan penting, terutama yang menyentuh akar identitas masyarakat adat. (Red).